Selama ini saya memang tidak pernah merayakan hari kelahiran.
Pun, teman-teman tak pernah secara khusus memberikan kejutan tertentu
pada hari kelahiran saya itu. Tidak pernah ada prosesi dilempar telur,
disiram air, atau perlakuan lain khas anak-anak remaja ketika mereka
merayakan hari ulang tahun temannya. Keluarga juga tidak pernah
memberikan perhatian pada hari kelahiran. Bagi keluarga saya,kapanpun
bisa jadi istimewa. Tidak perlu ada yang dikhususkan.
Karena
itu, saya juga tak pernah berpikir untuk merayakan hari kelahiran.
Sekadar makan-makan mentraktir teman se-asrama pun tidak. Karena saking
tidak pedulinya saya pada hari kelahiran seringkali justru saya lupa
pada momen ini. Belakangan, setelah memiliki akun facebook barulah saya ngeh dengan hari ulang tahun karena si facebook punya reminder sehingga teman-teman saya mengucapkan selamat milad lewat wall.
Terus
terang, saya setuju bahwa ulang tahun adalah budaya orang lain. Akan
tetapi bukan berarti saya mengharamkan perayaannya. Hanya saja saya
tidak menjadikannya hal yang harus diikuti. Karena memang tidak pernah
dibudayakan di keluarga, maka saya pun tidak ingin membudayakannya. Beda
lagi urusannya jika ada yang ingin memberi hadiah pada hari itu ^_^
Mengutip
pendapat seorang teman di blog, kebiasaan meniru budaya orang lain
adalah keminderan budaya dan pertanda rusaknya identitas diri. Bagi saya
itu benar. Apalagi proses perayaannya sama persis dengan budaya
asalnya. Dan makin disayangkan ketika yang melakukannya adalah ‘aktivis’
yang seharusnya orisinil menampilkan ke-diri-annya. Kebanyakan mereka
justru melakukan peniruan itu pada komunitasnya. Alasannya, adalah untuk
ritualisasi rasa syukur dalam rangka ibadah.
Jika membuka referensi Islam mengenai perayaan, maka sebenarnya kita akan temui bahwa dalam Islam hanya ada 3 perayaan. Kita biasa menyebutnya dengan istilah ‘Ied (hari
yang dirayakan secara berulang); Iedul Fitri, Iedul Adha dan hari
Jumat. Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda “Setiap kaum memiliki
Ied, dan hari ini (Iedul Fitri) adalah Ied kita (kaum Muslimin)”. Lalu
bagaimana dengan perayaan (peringatan) selain tiga di atas? Saya tidak
berani berkomentar.
Syaikh Muhammad bin Shalih
Al Utsaimin -rahimahullah- menjelaskan : “Panjang umur bagi seseorang
tidak selalu berbuah baik, kecuali kalau dihabiskan dalam menggapai
keridhaan Allah dan ketaatanNya. Sebaik-baik orang adalah orang yang
panjang umurnya dan baik amalannya. Sementara orang yang paling buruk
adalah manusia yang panjang umurnya dan buruk amalannya”.
Sebagian
ulama tidak menyukai do’a agar dikaruniakan umur panjang secara mutlak.
Mereka kurang setuju dengan ungkapan : “Semoga Allah memanjangkan
umurmu” kecuali dengan keterangan “Dalam ketaatanNya” atau “Dalam
kebaikan” atau kalimat yang serupa. Alasannya umur panjang kadang kala
tidak baik bagi yang bersangkutan, karena umur yang panjang jika
disertai dengan amalan yang buruk -semoga Allah menjauhkan kita darinya-
hanya akan membawa keburukan baginya, serta menambah siksaan dan
malapetaka” [Dinukil dari terjemah Fatawa Manarul Islam 1/43, di
almanhaj.or.id]
Jika begitu, maka saya meminta kepada
teman-teman yang akan mendoakan di hari ulang tahun saya nanti.
Tambahkanlah kalimat itu dalam doa kalian, karena panjangnya usia jika
tidak beriringan dengan peningkatan amal shalih hanyalah kerugian bagi
kita semua.
-Sehari sebelum 23-
0 Comments