Saya tidak tahu apakah saya yang berfikir terlalu jauh, atau
memang mereka yang tidak mengerti?
Bagi saya ini penting, ini masalah persepsi. Jika hal ini
dibiarkan terjadi, akan ada salah penafsiran yang menyebabkan pengkaburan
posisi kajian siyasah dalam agama Islam. Terutama bagi mereka yang selama ini
mengkaji masalah ini. Saya benar-benar tidak habis pikir, bagaimana mungkin
para mahasiswa yang selama ini mempelajari ilmu politik islam beberapa semester
masih menganggap bahwa politik adalah ilmu furu’ dalam agama ini. Sehingga
tidak komplain ketika tahu bahwa jurusan pemikiran politik islam akan dihapus
dari fakultas ushuluddin dan merger ke jurusan siyasah di fakultas syari’ah
yang konsentrasinya adalah hukum tata negara.
Lebih aneh lagi yang saya rasakan adalah, hilangnya prodi
jinayah di fakultas syari’ah. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi? Dan kabar
yang terdengar adalah, prodi jinayah juga merger ke jurusan ahwalus syakhsiyah.
Ini lebih konyol lagi. Bagi saya, hukum perdata dan hukum pidana adalah
disiplin ilmu yang berbeda. Lha kok ini malah disatukan dalam satu jurusan? Apakah
karena hukum pidana Islam mustahil diterapkan di Indonesia, sehingga jurusannya
dianggap tidak relevan di kampus Islam?
Saya hanya bisa geleng-geleng kepala. Makin lama makin aneh
saja cara berpikir manusia-manusia itu.
0 Comments