Buku-buku
yang saya baca di tahun 2018 tidak banyak. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya.
Beberapa hari yang lalu ketika saya memosting sebuah template di Instagram
Story tentang target jumlah buku yang ingin dibaca tahun ini, seorang teman
berkomentar, “Dikit amat, Ka. Dulu kan dikau predator?”
Sejujurnya saya
juga menyesal kenapa sekarang jadi begitu malas membaca buku. Padahal buku-buku
milik suami pun banyak, belum semua saya lahap. Saya tetap membaca, tapi yang
dibaca caption instagram. Paling mentok baca koran digital. Makanya saya jadi merasa
sangat ketinggalan jaman ketika teman-teman saya cerita soal macam-macam teori
parenting terbaru misalnya.
Nah karena
tahun ini saya bertekad untuk membaca buku lagi, maka saya memutuskan untuk
review dulu tentang buku-buku yang sempat saya baca di 2018. Dan kemarin
seharian saya bongkar semua buku yang saya punya di rumah. Ternyata walaupun
tidak satupun buku selesai saya baca, tapi lumayan banyak kok. –lega--. Saya
jadi tidak terlalu merasa bersalah karena tahun 2018 buku-buku yang saya baca
termasuk genre yang membosankan semua. Tapi walaupun ‘berat’ dan nggak kelar
dibaca, ilmu yang saya dapat lumayan banyak. Setidaknya untuk modal sok tahu di
depan murid.
Di foto ini
adalah buku-buku yang paling banyak saya buka. Ketika saya mulai menulis postingan
ini, saya baru sadar kalau ternyata ada beberapa buku lain yang sudah saya baca
juga. Mungkin nanti akan saya buatkan reviewnya sendiri. Setuju?! Untuk kali
ini, saya mau cerita yang ada dulu. Jadi, inilah 9 buku yang saya baca di 2018.
Segenggam
Iman Anak Kita
Saya
mengenal sosok Ust. Mohammad Fauzil Adhim ketika usia 16 tahun. Waktu itu saya
menemukan sebuah buku kecil milik kakak yang judulnya cukup menggelitik, “Salahnya
Kodok”. Dari membaca buku itulah saya mulai mengenal istilah parenting, dan
mulai tahu bahwa ternyata model-model parenting yang sering dipraktikkan orang
tua Indonesia kebanyakan bermasalah.
Sebelum ini saya sudah pernah
membaca beberapa buku parenting, tapi tak satupun yang membuat saya tertarik.
Alasannya karena banyak dari teori-teori itu bertentangan dengan nilai yang
saya miliki bahkan ketika mereka –para master parenting itu—mengklaim bahwa teori
mereka berasal dari Islam.
Buku ini,
dengan gaya tulisan khas beliau sangat bersesuaian dengan apa yang saya ingin
kenalkan pada anak saya. Ust. M. Fauzil Adhim tidak hanya membawa dalil untuk
mendukung teorinya tapi juga mengenalkan dengan teori psikologi kontemporer
yang banyak digandrungi orang saat ini. Bedanya, orang-orang banyak yang salah
kaprah mengambil nilai sains dan mencari pembenaran dalil. Sementara Ust. M.
Fauzil Adhim menemukan dalil baru memberi contoh praktik yang sudah berhasil. Sehingga
tidak ada pembandingan di dalam buku ini. Kita sebagai orang tua diajak untuk
merefleksi ulang orientasi kita dalam mendidik anak.
Saya sendiri
agak heran mengapa beliau jarang sekali diundang di seminar-seminar pernikahan
atau parenting di daerah saya. Sebagai guru, yayasan di tempat saya bekerja
selalu mengundang pakar parenting 6 bulan sekali untuk mengisi pelatihan guru
tapi tak pernah sekalipun mengundang beliau. Bahkan tak pernah sekalipun beliau
dijadikan rujukan oleh para pakar parenting yang saya kenal itu. Mungkin karena
nilai yang diusung berbeda, jadi tak mau dijadikan rujukan?! Entahlah. Yang pasti
saya merasa sangat puas setelah membaca buku ini sekaligus malu karena ternyata
sungguh saya hanyalah orang tua apa adanya.
Maraqi’ Al-‘Ubudiyyah
& Ta’lim Muta’allim
Kedua buku
(kitab) saya gabung karena sebenarnya alasan utama saya membelinya hanya karena
penasaran dengan terjemahannya. Saya sudah pernah mengaji kedua kitab ini
ketika masih di pesantren, jadi sedikit banyak sudah mengerti isinya. Maraqi’
Al-‘Ubudiyyah ditulis oleh salah satu tokoh Islam Indonesia yang berpengaruh.
Beliau, Imam Nawawi Al-Bantany pernah menjadi imam di Masjidil Haram. Kitab ini
hanyalah salah satu dari ratusan kitab yang pernah beliau tulis. Isinya tentang
adab-adab seorang muslim dalam beribadah sehari-hari. Di dalamnya tertulis
panduan lengkap bagaimana adab tidur hingga cara bergaul dengan sesama makhluk
Allah. Di dalamnya juga ditulis nasihat untuk pendidik bagaimana cara bersikap
terhadap murid, dan anjuran untuk bersabar terhadap kekurangannya.
Oh iya, beberapa bulan lalu saya sempat kaget gara-gara ada isu bahwa cawapres nomor urut 01 dikabarkan adalah keturunan Imam Nawawi ini. Shock sekaligus nggak percaya dong, karena sebagai santri NU tradisional yang saya tahu para keturunan kyai tidak pernah mau dekat dengan pejabat atau bahkan dunia politik. Saya masih ingat betul ketika suatu hari dalam kajian, Abah berpesan kepada kami, "Jangan pernah kalian merendahkan diri di hadapan pejabat (penguasa), karena kita lebih utama dibanding mereka. Jangan sampai kita menjual agama hanya untuk mendapat selembar uang mereka." Sombong?! Ya makanya muridnya kayak saya. 😃 Dan wajar kalau pesantren saya lambat berkembangnya karena Abah tidak mau menerima bantuan apapun dari pemerintah untuk pesantrennya. Belakangan saya tahu kalau isu hanya hoax. Nah kalau orang-orang NU berdarah biru yang berpolitik itu gimana?! Saya ingin menjelaskan tapi mungkin nanti ya. 😉
Kalau kitab
Ta’lim Muta’allim saya yakin banyak yang sudah tahu, minimal mendengar namanya.
Kitab ini juga sudah sering dibuat syarahnya orang ulama zaman dulu. Isinya
tentang adab seorang penuntut ilmu. Tapi kalau yang kalian pikirkan adalah adab
dalam majelis, itu salah besar. Bukan hanya adab di dalam majelis saja yang
dibahas dalam kitab ini, melainkan adab secara keseluruhan seorang penuntut
ilmu. Misalnya disampaikan bahwa seorang penuntut ilmu itu tidak diperbolehkan
jajan sembarangan di pinggir jalan, karena hal itu bisa merusak wibawanya
sebagai ahli ilmu. Di dalamnya juga dijelaskan jenis makanan yang harus
dihindari karena bisa menurunkan daya ingat. Ada juga anjuran untuk selalu
membawa tinta dan pena untuk mencatat segala hal ilmiah yang didapat. Sayang
sekali kitab ini tidak menjadi rujukan di lembaga pendidikan Islam modern,
padahal di dunia pesantren justru ini menjadi kitab wajib sebelum para santri
belajar ilmu yang lainnya.
Ruqyah, Jin,
Sihir dan Terapinya
Buku ini
saya beli karena keluarga angkat saya tak juga selesai menghadapi permasalahan
sihir. Saya ingat betul, kehidupan keluarga angkat saya tak pernah lepas dari
dunia mistis ini. Pengalaman-pengalaman mistis juga sudah sering saya alami
sejak kecil. Dari melihat bola api jatuh di halaman rumah, Ibu yang kena pelet,
sekeluarga disantet sampai kedua motor dicuri tapi tidak berhasil dibawa pergi.
Dan ternyata setelah saya tidak tinggal di rumah hal-hal seperti itu masih saja
terjadi. Keponakan saya yang sakit tanpa tahu apa penyebabnya, bisnis kakak
yang selalu rugi, sawah yang tidak pernah menghasilkan panenan seperti
seharusnya, dan seterusnya.
Sebagai anak
angkat tentu saja saya tidak menerima akibat dari segala jenis teluh yang
pernah dialami keluarga angkat. Tapi saya tidak tega melihat keluarga saya
selalu dijahati orang. Sayangnya sampai saat ini saya masih belum berhasil
membujuk mereka untuk ruqyah, malah orang tua dan kakak sudah terlanjur pergi
ke Jawa. Katanya sih mereka mau tinggal di sebuah pesantren. Saya berharap itu
pesantren sungguhan, bukan padepokan abal-abal yang justru akan menambah
penderitaan.
The Golden
Story of Umar bin Khaththab
Membaca
sejarah tokoh Islam selalu menarik bagi saya. Terkhusus Umar bin Khaththab.
Karena saya juga sama seperti dia. Bukaaaan, bukan level keimanannya. Tapi
sama-sama hijrah. Kalau sahabat-sahabat lain banyak yang memang sudah baik di
awal, Umar adalah salah satu penentang Islam yang paling penasaran untuk
membunuh Rasulullah. Bandingkan diantara 4 sahabat utama, semuanya adalah orang
terdekat Rasulullah selain Umar. Membaca kitab ini, dan menonton serial Omar adalah
sebuah paket lengkap. Bukunya yang tidak monoton, banyak menunjukkan gambar dan
peta kondisi Jazirah Arab pada saat itu membuat saya bisa membayangkan seperti
apa kondisi dakwah Rasulullah dan para sahabatnya. Apalagi kalau sudah pernah
ke sana langsung ya?! Pasti bakal tambah terharu rasanya hati ini.
Saya sangat
merekomendasikan buku-buku terbitan Maghfirah untuk kalian yang gampang bosan
membaca buku teks. Karena penyusunannya benar-benar memanjakan mata. Walaupun harga
bukunya lumayan tinggi, menurut saya itu sebanding dengan hikmah yang bisa kita
resapi lebih dalam dibanding hanya membaca teks di buku tanpa gambar pendukung.
Pendidikan
Anak dalam Islam
Saya mendapatkan
buku ini gratis, dari sebuah kuis iseng-iseng di grup WA guru. Alhamdulillah
rejeki saya yang memang sudah penasaran dengan buku ini sejak lama. Saya pikir
juga tidak perlu menulis reviewnya karena ini buku wajib parenting Islam, pasti
banyak yang sudah membaca. Kalau ingin mengetahui tentang konsep dasar
pendidikan anak dalam Islam, ini bukunya. Tapi karena di dalamnya hanya memuat
konsep dasar ya jadi normatif sekali. Contoh-contoh yang diberikan juga tidak
se-up to date buku-buku parenting kekinian yang banyak beredar. Tapi kembali
lagi, yang namanya buku induk tetap wajib dimiliki supaya kita tidak kehilangan
konsep dan ide dasar sebuah teori. Iya kan?!
Al-Aqidah
Ath-Thahawiyah
Ini juga
buku wajib seorang muslim, karena ilmu yang paling wajib dipelajari seorang
muslim adalah ilmu tauhid. Tidak ada alasan khusus saya membeli buku ini. Hanya
karena saya muslim, saya harus punya referensi untuk menguatkan kembali aqidah
supaya tidak melenceng dari tujuan diciptakan saya sebagai makhluk Allah.
Mukaddimah
Ini bukan
buku baru. Saya membelinya tahun 2012 ketika sedang menyusun skripsi karena ini
jadi salah satu rujukan utama. Buku ini benar-benar jadi bantal paling setia
saat itu. Tahun 2018 lalu saya iseng baca-baca lagi karena dulu yang saya baca
hanyalah bab yang dibutuhkan untuk skripsi. Dan ternyata setelah dibaca lagi,
ada banyak hal di dalam buku ini yang menarik untuk dikaji. Sayangnya saya
sudah tidak punya forum lagi untuk mengkaji bab-bab di buku ini lebih dalam. Jadi
buku ini saya simpan lagi dan cukup jadi pajangan di rak buku pribadi.
Selain buku-buku
berat di atas saya juga membaca beberapa buku ringan, diantaranya Rentang Kisah
dan Dilan. Ya saya harus baca karena kedua buku itu nge-hype banget dikalangan
murid, jadi sebagai guru saya kan harus update. Dan karena tidak ada yang
menarik dari kedua buku itu, jadi saya merasa tidak perlu membahasnya.
Tahun 2019
saya berencana membaca buku-buku yang lebih duniawi. Beberapa rekomendasi sudah
masuk dari teman-teman saya, seperti The Geography of Genius sampai buku
Purpose-nya Alamanda Santoso. Kalau kalian baca postingan ini, please kasih
rekomendasi juga ya...
3 Comments
Wahhh banyak bacaannya.. sedih aku mah tahun kemarin bolong banyak, ke distraksi sama drama korea yg lagi hits.. hahaha tahun ini semoga bisa lebih banyak buku yang dibaca..
ReplyDeletewow mantab.. disela-sela kesibukan masih bisa membaca, saya jarang banget baca, paling baca blog aja
ReplyDeleteBacaannya berat semuaaa �� akumah apa atuh Mbak.. bacaanku mah masih romance ajaaa haha
ReplyDeleteSemoga tahun ini makin semangat baca ya Mbak :)