Profesional atau Medioker?!


Seperti yang saya sampaikan di postingan yang lalu saya sempat tidak ingin memperpanjang domain blog ini, kali ini saya ingin bercerita tentang kenapa akhirnya saya memilih untuk bertahan dengan domain TLD ini walaupun nggak ngasih keuntungan apa-apa buat saya --secara materi--

Sejak gabung dengan beberapa komunitas blogger, saya sering merasa keki kalau melihat blogger lain dapat job review ini-itu atau undangan ke event. Saya juga sempat dapat sih, tapi biasanya setelah dapat tawaran job saya malah jadi overwhelmed gitu. Apalagi kalau ternyata job yang diambil nggak terlalu berkesan buat saya. Rasanya males banget mau nulis sesuatu yang nggak terlalu disukai. Makanya akhirnya saya sempat mikir nggak akan ada gunanya saya pakai TLD kalau ternyata saya masih terlalu perfeksionis untuk urusan job. Terus habis itu nemu blognya mbak Carolina Ratri yang ini, duh serasa dicubit keciiiil dan bikin tambah underestimate ke diri sendiri. 'Kayaknya blogku buat curhat aja deh. Nggak ada harapan buat dijadiin sumber penghasilan. Toh dari awal aku ngeblog memang cuma buat ngeluarin uneg-uneg.' Gitu mikirnya.

Tapi kemudian saya ingat perkataan suami waktu nyuruh saya aktif ngeblog lagi. Bahwa menurut dia saya butuh ruang untuk aktualisasi diri. Ya aktualisasi diri secara harfiah, bukan cuma buat cari eksistensi. Kalau suami saya menjadikan seni sebagai sarananya mengaktualisasi diri, maka menurutnya menulis adalah sarana paling bagus buat saya. Dan beli TLD adalah upaya untuk membuat saya lebih bertanggungjawab karena dia tahu saya adalah prokrastinator sejati.

Akhirnya setelah saya pikir-pikir lagi, memang saat ini pilihan paling baik untuk saya adalah menulis. Dan media blog rasanya lebih aman untuk saya. Soalnya kalau nulis di media sosial lain semacam Instagram atau Facebook saya sering nggak pede. Memang sekarang saya lebih pilih-pilih kepada siapa mengutarakan ide atau pendapat. Karena kebanyakan kenalan di sosmed akan berbeda pandangan dengan saya. Dan kalau sudah begitu, suami yang akan kena tegur, 'tuh coba istrimu dibenerin dulu pikirannya biar nggak aneh'. Beneran, dulu suami sering dapat WA dari beberapa kenalan bahkan kepala sekolah karena omongan saya. Nggak tahu juga kenapa mereka nggak ada yang mau langsung ngomong ke saya.

Di blog, selain saya nggak kenal dengan pembaca tulisan ternyata saya baru sadar kalau pengunjungnya lebih banyak dibanding Instagram. Saya tahunya dari laporan Google Analytics 3 bulan belakangan ini. Walaupun nggak ada yang komentar, paling nggak saya tahu bahwa tulisan saya tentang poligami dan perceraian cukup banyak dibaca orang. Kalau di Instagram, satu postingan itu maksimal banget dilihat cuma sekitar tiga ratusan kali. Beda jauh dengan di blog yang bisa mencapai ribuan.

Nah dari situlah kemudian saya memutuskan untuk memperpanjang domain. Toh nggak seberapa ini pengeluarannya. Dan menjadi blogger ikhlas yang hobinya curhat juga nggak salah, masih kata mbak Carolina Ratri. Selama curhatan itu nggak menye-menye dan menebar kebencian nggak masalah, toh blog juga punya saya sendiri. Tapi curhatan yang bermanfaat, yang ngasih inspirasi untuk orang lain, yang membangun dan menggerakkan. Halah 😁 

Kedepan, saya berharap blog ini benar-benar bisa jadi media aktualisasi diri buat saya dan menebar manfaat buat yang membaca. Karena kalau cuma buat curhat nggak jelas, berarti mubazir saya meluangkan waktu buat internetan. Tapi kalau mau jadi blogger profesional yang full time atau berdedikasi sepenuhnya pada dunia blogging juga bukan minat saya. Maka saya memutuskan untuk jadi blogger ikhlas yang berdedikasi. --Apa lagi ini?!-- 😂 

Post a Comment

3 Comments

  1. Saya juga blog nya sebagai tempat menulis curhat dan pengalaman mba, meninggalkan jejak, karena saya pikun hahaha.

    Kalau job, saya suka excited banget kalau dapat undangan event, meskipun mungkin produknya gak menarik buat saya, yang saya sukai karena bisa ketemu banyak teman, maklum IRT kayak saya butuh banget ketemu orang, biar ga ngomong ama panci mulu hahaha

    Tapi kalau sponsored post, saya pilih-pilih sih, hanya yang saya kuasai aja dan minimal ada kaitannya sama saya, karena saya kudu bikin artikel sponsored post curhat juga hahaha

    ReplyDelete
  2. Kalau boleh saran......Domain TLD jangan di lepas alias bayar terus, agar postingan kita tidak tenggelam di SERP, saya pernah lepas domain TLD, akhirnya tulisan saya hilang entah kemana tidak ditemukan di Mesin pencari Google.

    Tapi kalau memang niat pensiun dari blog, iya ngak apa2 sich melepasnya.

    Coba ketik di Google " keuntungan membeli domain tld berbayar " saya pernah nulis yang berjudul 10 Keuntungan Logis ......

    Semoga pengalaman saya tsb bisa membantu membatalkan rekan2 yg ingin melepas Domain TLd.

    Kalau ada yang ingin melepaskannya, saya bayarin dech, asalkan domainnya sudah berusia minimal 2,5 tahun. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah terimakasih sarannya mas. Nggak bakal dilepas lagi lah, sayang udah dari 2009 ini blognya. Walaupun nggak ada nilai eonomisnya tapi bersejarah 😄.

      Delete