“Telah
tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat)
perbuatan mereka; agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” QS Ar-Rûm:41
Judul
sama dalilnya gak nyambung, ya?! :D
Setelah berdiskusi dengan mbak Yuni
Haryati malam Ahad kemarin, saya mulai tertarik untuk kembali membuka kembali
buku-buku yang sudah lama tidak saya baca. Dan mungkin ini sedikit jawaban atas
kebingungan-kebingungan kita yang kemarin belum mendapatkan titik terang.
Rizky Ridyasmara dalam Novelnya yang
berjudul Codex; Konspirasi Jahat Di Atas
Meja Makan Kita mengemukakan fakta-fakta yang menunjukkan bahwa program
Keluarga Berencana adalah salah satu konspirasi jahat para rasialis untuk
memusnahkan ‘ras lemah’ dan memperbanyak ‘ras super’ sebagaimana yang dilakukan
Nazi dengan salah satu programnya bernama Lebensborn.[1] Saya rekomendasi mbak Yuni
baca novel ini.
Para ulama kita berbeda pendapat
mengenai boleh atau tidaknya program Keluarga Berencana ini. Akan tetapi, -sebagai
informasi untuk kita semua- Vatikan ternyata telah menolak program KB sejak
awal diluncurkan sampai hari ini. Berdasarkan kajian dari perspektif Islam,
program KB jika bertujuan untuk membatasi jumlah anak jelas bertentangan dengan
salah satu tujuan disyariatkannya menikah, “Nikahilah
wanita yang banyak anak lagi penyayang, karena sesungguhnya aku berlomba-lomba
dalam banyak umat dengan umat-umat yang lain di hari kiamat dalam riwayat
yang lain : dengan para nabi di hari
kiamat”. [Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Daud 1/320, Nasa'i 2/71, Ibnu
Hibban no. 1229, Hakim 2/162 (lihat takhrijnya dalam Al-Insyirah hal.29 Adazbuz
Zifaf hal 60) ; Baihaqi 781, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 3/61-62]
Syaikh Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz
menyatakan bahwa program KB yang bertujuan untuk membatasi jumlah anak,
dilarang jika orang tuanya bermaksud agar kariernya tidak terganggu atau lain
sejenisnya. Akan tetapi, jika dalam kondisi darurat diperbolehkan. Contohnya
sang istri memiliki penyakit dalam rahimnya atau bagian tubuh yang lain yang
akan mengancam nyawanya jika jarak kehamilan yang terlalu dekat.
Tidak boleh juga melakukan program KB
jika hanya karena disebabkan kekhawatiran akan kemiskinan dan kelaparan. Hal
ini disandarkan pada dalil QS Hûd:6, “Dan
tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin
Allah rezekinya.”
Ternyata, masalah tentang kepadatan
penduduk ini juga masih menjadi kajian menarik. Terbukti masih banyak kalangan
yang menganggap bahwa kepadatan penduduk adalah sumber permasalahan yang ada di
masyarakat kita. Ingat reklame di pinggir jalan sebelah terminal Rajabasa itu?
Tulisannya kurang lebih memperingatkan kita untuk mewaspadai ledakan penduduk
yang mengancam. Pertama kali membacanya, saya tersenyum kecut. Bagaimana
mungkin kelahiran bayi menjadi ancaman bagi orang tuanya?
Diah juga menolak bahwa banyaknya anak
akan mengakibatkan kualitas kesejahteraan sebuah keluarga menjadi menurun.
Dalam Islam, sebuah keluarga dinilai sejahtera jika kebutuhan dasarnya telah
bisa dipenuhi. Saya setuju. Jalaluddin Rakhmat juga pernah mengatakan bahwa
Allah tidak miskin untuk menjamin makan penduduk walaupun jumlahnya sepuluh
kali lebih banyak daripada hidup sekarang ini. Prof Roger Revelle dari Harvard,
dunia ini masih sanggup memberi makan 40 sampai 50 milyar penduduk bumi.
Lalu saya teringat diskusi di sebuah
forum yang saya ikuti siang kemarin. Sebuah pendapat mengemuka, bahwa salah
satu penyebab kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini adalah karena
banyaknya penduduk yang memerlukan rumah untuk tempat tinggal sehingga
mengurangi daerah resapan air dan mengakibatkan bumi semakin berat. Sepintas,
alasan ini terdengar rasional. Tapi tunggu dulu, apakah benar seluruh bumi kini
telah begitu padat? Kalau menurut saya justru yang jadi masalah adalah
pemerataan penduduk yang menyebabkan –sebagai contoh kemarin- Jakarta
tenggelam. Sebagai pulau yang luasnya hanya 7% dari luas Indonesia, Jawa
memikul beban 60% dari jumlah penduduk Indonesia. Sementara Kalimantan yang
memiliki wilayah yang jauh lebih luas hanya dihuni oleh 5% penduduk. Artinya,
ada kesenjangan yang mengakibatkan pulau Jawa selalu mendapat masalah terkait
lingkungan hidup dan kependudukan.
Maka saya memilih untuk menyimpulkan
bahwa kepadatan penduduk bumi sama sekali bukan masalah selama bisa dikelola
dengan baik. Jika jumlah penduduk yang semakin bertambah ini sesuai dengan
kualitasnya, maka bisa jadi sangat mungkin Indonesia akan mampu memperbaiki
kondisi yang saat ini sangat menyiksa rakyat. Jika ada yang masih kurang
sepakat, mari kita diskusi lagi di sini.
[1]
Lebensborn merupakan program nasional Nazi untuk memperbanyak manusia-manusia
dari darah murni Aryan. Caranya, semua anggota pasukan elit SS-Waffen yang
telah diseleksi ketat kemurnian darah Aryannya sampai dengan abad ke-18,
diharuskan menghamili banyak gadis-gadis Jerman yang juga murni darah Aryan.
Bayi-bayi yang dilahirkan dipelihara dan dibesarkan oleh negara, tanpa harus
tahu siapa orangtuanya.
0 Comments