Haruskah Memilih Pesantren?

Apa yang ada dalam pikiran kita ketika mendengar kata 'pesantren'? Mungkin sebagian dari kita akan membayangkan sebuah lembaga pendidikan Islam tradisional yang sudah lama ada di Indonesia. Murid-muridnya disebut santri. Dan langsung tersemat kesan kuno pada segala sesuatu yang berhubungan dengan kata itu. Lalu bagaimana dengan boarding school? Apakah sama saja dengan pesantren? Atau ada perbedaan antara kedua lembaga pendidikan itu?

Boarding School
Beberapa tahun belakangan saya banyak sekali melihat sekolah-sekolah Islam mulai menerapkan sistem boarding school atau sekolah berasrama. Sebagai seorang guru, dan alumni pesantren tentu saja saya senang. Karena saya sudah merasakan besarnya manfaat sekolah di lingkungan pesantren. Qadarullah ternyata kemudian saya menjadi guru di sekolah berasrama bersama suami. Akhirnya saya jadi tahu bagaimana sebuah sekolah berasrama dikelola. Apalagi tenaga pengajarnya pun punya latar belakang pendidikan pesantren yang berbeda-beda. Maka semakin berwarna lah pengetahuan saya tentang hal ini.

Seiring dengan maraknya sekolah Islam berbasis asrama, banyak juga para orang tua yang mulai melirik boarding school sebagai pilihan pendidikan untuk anak-anaknya. Karena jika pesantren punya kesan kuno dan tradisional, maka boarding school seolah-olah menjadi alternatif paling menguntungkan bagi investasi orangtua yang bernama anak. Dengan menyekolahkan anaknya di boarding school, para orang tua berharap anak mereka akan menjadi anak yang shalih, paham agama namun juga tetap berwawasan luas dalam urusan duniawi. Di sekolah tempat saya mengajar saja, yang baru beberapa tahun berdiri sudah kerepotan menolak calon siswa yang orang tuanya ngotot ingin anaknya bisa diterima sementara daya tampung sekolah tidak memadai.

Namun tetap ada saja orang tua yang memandang miring pada sistem pendidikan asrama atau pesantren. Sering juga saya dapati, teman-teman di media sosial yang sudah memiliki anak menyampaikan opini mereka tentang boarding school atau pesantren. Dengan berbagai alasan mereka menyampaikan keberatannya melihat orang lain menyekolahkan anak di pesantren. Beberapanya didukung dengan pendapat para ahli psikologi, dan yang lebih banyaknya berdasar pada perasaan sayang yang berlebihan sehingga tak mau jauh dari anaknya.

Sebenarnya menurut saya, sah-sah saja bila orang tua ingin memakai sistem pendidikan yang mereka percaya untuk anak-anaknya. Sekolah biasa, yang berangkat pagi pulang siang atau sore tentu pilihan nyaman bagi orang tua yang ingin memantau langsung perkembangan anaknya. Namun bagi orang tua yang punya ekspektasi lebih, mengasramakan anak menurut saya bukanlah sebuah keegoisan semata. Saya sebagai alumni pesantren merasakan, bahwa kasih sayang orang tua bukan hanya terasa ketika bertemu tapi juga ketika mereka bertanya di telepon ‘kapan libur di pondok’ dan pertanyaan-pertanyaan kerinduan lainnya.

Salah satu kegiatan di asrama, rolling asrama/kamar. Foto dokumentasi teman saya alumni PonPes Gontor :)
Melalui tulisan ini saya ingin menceritakan pengalaman dan pengetahuan saya tentang pesantren atau boarding school agar para orang tua mendapat sedikit gambaran dan bantuan untuk mempertimbangkan pendidikan bagi anak-anaknya. Semoga bahasa yang saya pakai nantinya akan mudah dimengerti dan tak terkesan menggurui, karena sesungguhnya saya sendiri bukanlah orang yang ahli dalam dunia pendidikan. Hanya diberi Allah kesempatan mengalami dan punya keinginan untuk berbagi.

Bersambung...

Post a Comment

0 Comments