Jangan Main-main dengan Poligami

pixabay.com

Saya sudah lama sekali ingin menulis tentang ini. Tapi selalu maju-mundur karena khawatir salah mengutip dalil atau argumen. Bagaimanapun, poligami adalah salah satu tema yang sangat sensitif untuk dibahas. Selain itu berkenaan dengan perasaan yang pasti sangat pribadi, juga karena itu adalah salah satu syari'at yang sudah ditetapkan oleh Allah kebolehannya.

Sampai akhirnya beberapa waktu lalu saya membaca sebuah tulisan di blog yang membuat saya kembali tertarik untuk menulis tentang poligami. Di blog itu, sebenarnya sang penulis bercerita dengan gaya yang santai. Namun beberapa hal dalam tulisan itu yang sepertinya juga sudah melekat di pikiran dan hati banyak muslim, menurut saya perlu diluruskan.

Kebanyakan orang yang menolak poligami beralasan bahwa para pelaku poligami hanya berdalih dengan "sunnah Rasul". Rasulullah memang punya banyak istri, tapi yang dinikahi itu janda-janda perang dan usianya sudah pada uzur. Rasulullah menikahi mereka hanya karena ingin menolong dan melindungi mereka. Benarkah demikian? 

Saya bukan pakar sejarah Islam. Tapi alhamdulillah saya pernah membaca buku Baitun Nubuwwah versi terjemahan. Itupun sudah sangat lama, sekitar 10 tahun yang lalu saya membacanya. Tapi paling tidak saya masih ingat bahwa istri-istri nabi tidak setua itu untuk disebut uzur ketika menikah dengan beliau. Salah satu istri yang sudah uzur seingat saya adalah Saudah, yang kemudian dia merelakan malam gilirannya untuk Aisyah karena menyadari bahwa Aisyah bisa lebih menyenangkan Rasulullah dibanding dirinya. Selebihnya, istri-istri nabi yang ternyata ada 12 (jadi bukan 9 ya....) itu berusia masih cukup muda ketika menikah. Untuk informasi ini saya kira sudah banyak sekali kalau kita mau mencari di google. Tidak perlu baca buku yang halamannya ada ribuan. #curhat

Nyatanya, Rasulullah menikah dengan Zainab binti Jahsy bukan karena Zainab janda perang. Pernikahan dengan Maimunah dan Maryam juga bukan karena mereka janda perang. Dan untuk kita ketahui, kisah saling cemburu istri-istri nabi mestinya jadi informasi berguna untuk kita menyadari bahwa istri-istri nabi juga cantik-cantik, shalihah lagi. Kita bisa mengupas lebih banyak tentang hal ini jika mau mengkaji surat At-Tahrim misalnya. Lalu, siapa yang Rasulullah nikahi untuk menolong dan melindungi mereka? Seingat saya ada 3 orang, salah satunya Saudah. Silakan googling sendiri untuk mendapat ulasan lebih lengkap tentang hal itu.

Tapi Rasulullah itu nabi, sudah pasti bisa berlaku adil. Sementara pelaku poligami, mereka hanya ingin memuaskan nafsu saja. Jujur, saya paling tidak tahan jika ada orang yang berpendapat seperti ini. Kalimat seperti 'itu kan nabi, kita mah manusia biasa', menurut saya benar-benar memperlihatkan minimnya pengetahuan agama kita. Bukankah nabi juga manusia biasa? Nabi juga makan, sakit, bekerja, tidur dan menikah. Karena nabi manusia biasa, maka segala sesuatu tentangnya sangat mungkin bisa kita tiru. Bahkan kisah rumah tangga nabi pun tidak lepas dari permasalahan yang sampai pada tingkat serius. Mungkin tak banyak yang tahu, bahwa Rasulullah pernah terpikir untuk menceraikan beberapa istrinya. Silakan baca kisahnya. Buka google.

Untuk pelaku poligami, alangkah hebatnya kita sampai bisa tahu isi hati mereka?! Kalaupun mereka menikah hanya karena nafsu, menurut saya it's none of our business. Selama istri pertama mereka ridho, kenapa kita yang kebakaran jilbab? Urusan rumah tangga saudara saja kita tak baik ikut campur, untuk apa mengadili kehidupan rumah tangga orang lain? Yang lebih membuat saya prihatin adalah ketika melihat ada muslimah yang sampai sangat membenci pelaku poligami hanya karena memelihara prasangka itu.

Memang tak sedikit orang berpoligami yang gagal membina rumah tangganya. Menurut saya, cukuplah itu jadi pelajaran bagi kita. Bukan untuk jadi modal mencela. Karena pada dasarnya, poligami tetaplah halal. Dan saya setuju, bahwa untuk berpoligami memang suami tak perlu izin istri. Pernah dengar bagaimana Aisyah ngambek karena Rasulullah menikah lagi? Itu salah satu kisah yang menjadi dasar bahwa suami memang tak perlu izin istri untuk poligami.

Lalu pernah suatu kali, ketika menanggapi status seorang kader KAMMI di facebook tentang poligami, saya dibalas dengan sebuah pertanyaan konyol. "Kalau begitu mbak Tika perlu jadi contoh dulu nih." Kalimat yang selalu jadi senjata pamungkas para anti poligami kepada orang-orang yang membelanya. Ah, saya sendiri tidak mau juga kalau disebut membela. Terus terang, jika suami saya melakukan belum tentu saya akan setegar Aisyah. Namun pada kasus ini, saya hanya ingi bersikap adil.

Tidak ada satupun syari'at yang Allah turunkan tanpa maslahat. Bahkan keharaman sesuatu pun ada hikmahnya. Kita boleh saja membenci sesuatu, itu tidak terlarang. Siapa yang suka peperangan? Tapi para sahabat Rasulullah dulu tetap melaksanakannya meskipun mereka membencinya. Karena diwajibkan bagi mereka. Maka, untuk poligami yang mubah tak perlulah kita membencinya. Jika kita tak ingin itu terjadi pada diri kita, cukuplah jadikan itu syarat untuk suami. Bagi yang pernah menonton film Ketika Cinta Bertasbih, dialog antara Anna dan suami pertamanya (maaf, saya lupa namanya) itu bisa jadi contoh.

Kita tentu boleh tidak menyukai poligami, tapi jangan sampai mengharamkannya. Jangan sampai kita berdosa karena suatu hal yang sesungguhnya tidak kita alami. Membenci pelakunya bahkan sampai menghujat, sungguh bukan akhlaq muslim. Bukankah Rasulullah sudah memberikan contoh tentang bagaimana cara bersikap pada sesuatu yang halal namun tak disukai? Diam. Biarkan orang lain melakukan, selama itu halal. Jika kita tak suka, cukup diam saja. Bukankah itu yang Rasulullah lakukan ketika melihat para sahabat makan sejenis biawak? Beliau diam melihat para sahabatnya makan, tanpa ikut memakannya, tanpa menilai mereka yang doyan makan hewan seperti itu. Tahan diri untuk menilai orang lain. Jangan ambil alih tugas Tuhan. Karena kalau sampai Allah sudah murka, kita bisa apa?

Post a Comment

0 Comments