Try Being a Firefighter's Wife

Menjadi istri. Hmmm,,, ternyata begini rasanya. Saya sungguh takjub dan shock ketika banyak kejutan-kejutan yang saya temukan setelah menikah. Memang menyenangkan, segala sesuatu yang kita lakukan bersama suami menjadi sedekah berpahala. Namun lain dari itu, menjadi istri adalah proses belajar tentang hal yang benar-benar baru bagi saya.

Saya telah mengenal suami cukup lama. Kami bertemu ketika saya baru pertama kali masuk kuliah, di agenda rekrutmen KAMMI Komisariat pada saat itu. Setelah saya resmi menjadi kader KAMMI, kami juga sempat beberapa kali berada pada satu amanah hingga akhirnya ia lulus dan kami lost contact hingga akhirnya bulan Ramadhan kemarin kami bisa berkomunikasi kembali. Itu juga karena memang untuk koordinasi tentang rencana pernikahan kami.

Menarik. Di awal 'komunikasi kedua' kami, saya berpikir bahwa kami tidak perlu banyak ta'aruf karena kami sudah kenal 'sebelumnya'. Saya merasa telah cukup mengenalnya karena dulu kami sudah cukup sering berinteraksi. Tapi ternyata saya salah, salah kaprah. Saya benar-benar terkejut ternyata suami saya yang sekarang adalah orang yang benar-benar baru, bukan seperti ikhwan yang saya kenal sekitar 3,5 tahun lalu.

Hampir semua orang yang mengenal kami pasti menyangka bahwa kami adalah pasangan yang 'sama' dalam segala hal. Ya, kami memang punya hobi yang sama; film dan browsing. Namun, dalam hal-hal yang lain kami benar-benar berbeda. Contohnya; saya yang klunah-klunuh sering geregetan melihat suami yang menurut saya grusa-grusu dan gupekan. Meski begitu, saya mulai belajar bergerak lebih cepat demi mengikuti ritme hidupnya yang serba cepat. Saya yakin, dia juga mulai belajar untuk menghidupi seorang wanita yang kini menjadi tanggung jawabnya yang ternyata ringkih dan penyakitan.

Hal berbeda lainnya, adalah bahwa ternyata dia sulit menghafal jalan dan alamat padahal saya bisa dengan begitu mudah menemukan alamat baru. Bagi saya, menyusuri jalanan untuk mencari alamat seseorang itu 'sesuatu', sementara dia paling sebal jika disuruh mencari alamat. Pun ketika sudah ketemu, dia pasti akan kesulitan mencari jalan pulang. Saya sempat terbengong ketika mengetahui suami yang tetap lupa jalan ketika di kampung saya. Padahal kami sudah melewati jalan yang sama sebanyak 4 kali dan dia tetap belum hafal arah jalan. Benar-benar bikin tepok jidat. Tapi itulah, kami saling melengkapi dalam hal ini. :)

Sampai hari ini saya masih menanti kejutan-kejutan lain yang akan saya temukan dalam kehidupan rumah tangga kami. Dan saya berharap, tiap perbedaan yang ada justru akan menjadi pelengkap bagi masing-masing kami.

Post a Comment

0 Comments