Tahun ini saya akan memasuki usia 29 menurut penanggalan hijriyah. Lebih tua satu tahun jika dibandingkan dengan penanggalan masehi. Usia makin bertambah, tapi kayaknya pahala nggak nambah-nambah. Adanya dosa yang makin banyak. Belum lagi selesai dengan satu ilmu, sudah datang masalah baru yang sepertinya memerlukan ilmu baru untuk menyelesaikan.
Ada yang punya perasaan seperti itu?! Akhir-akhir ini ada beberapa teman yang menceritakan kegalauan mereka tentang kondisi hatinya kepada saya. Perasaan bingung yang susah untuk dijelaskan karena asalnya dari rasa berdosa dan ingin segera berubah tapi ragu dan nggak yakin gimana caranya. Percayalah, kalian nggak sendiri. Saya bisa pastikan hampir setiap orang yang ingin berhijrah mengalami perasaan seperti itu.
Hari ini saya mengingat lagi masa-masa kelam dimana saya benar-benar buntu dan 'merasa' nggak punya siapa-siapa. Masa-masa dimana saya benar-benar nggak tahu harus berbuat apa, putus asa, ingin mengakhiri hidup tapi takut dosa. Ya, pada akhirnya ilmu dan iman yang menyelamatkan saya saat itu. Kepercayaan tentang kehidupan setelah mati membuat saya hanya bisa merenung setiap hari tanpa melakukan apa-apa. Duduk di genteng dari pagi sampai pagi, menengadah langit dengan tatapan kosong sambil sesekali terisak meratapi nasib yang 'menurut saya saat itu' sangat menderita.
Banyak yang nggak tahu, saya juga mengalami masa transisi dari apa yang biasa disebut orang-orang sebagai masa jahiliyah. Mungkin karena lingkungan dan keluarga saya, banyak yang mengira saya adalah orang beruntung yang bermandikan cahaya iman sejak lahir ke dunia. Padahal nyatanya, saya harus menjalani jalan berliku dan basah bersimbah air mata demi bisa menikmati hidayah seperti sekarang. Dan itu menyakitkan. Bahkan kalau bisa saya ingin meminta kepada Tuhan untuk melumpuhkan ingatan tentang masa lalu itu. Tapi, dosa memang harus teringat untuk ditangisi dan disesali. Dari situlah kita bisa mensyukuri hidayah.
Menjaga hidayah, rasanya itu seperti berhenti merokok. Banyak yang berhasil, tapi tak sedikit yang gagal. Butuh komitmen dan konsistensi, padahal tipsnya mudah. Berhenti saja, dan lanjutkan hidup. Saya pernah 'terjatuh' selama proses hijrah, dua kali. Atau mungkin sebenarnya sering, hanya saya nggak menyadari. Tapi paling tidak dua kali itu yang saya ingat. Dan seperti rasanya terjatuh itu sakit, saya juga merutuki diri setiap kali jatuh. Jadi kalau ada yang mengira saya baik-baik saja, Anda sudah tertipu oleh penampilan saya.
Mungkin saat ini kalian sedang jatuh, nggak pa-pa. Saya tahu rasanya. Merasa bersalah tapi kayak nggak bisa lepas. Beda jauh dengan masa jahiliyah yang dulu kita nggak mikirin dosa, jatuh pada saat sudah mengenal hidayah itu sensasinya lebih menyakitkan. Kita sadar dengan dosa yang kita lakukan, tapi seperti nggak berdaya. But it's OK. Beneran, saya nggak bohong. Manusia memang tempatnya khilaf dan lupa. Kalau kalian sekarang sedang galau karena merasa berdosa, syukuri itu. Artinya kalian masih punya iman. Masih ada kesempatan untuk kembali lagi. Yang perlu kalian lakukan hanya memperbarui taubat dan 'kembali'.
Itu yang saya lakukan dulu ketika saya bertekad untuk nggak jatuh ketiga kalinya. Taubat lagi, cari teman lagi, merenung lagi, buat janji lagi. Karena istiqomah memang nggak mudah. Butuh perjuangan untuk menjaganya. Kalau mudah, nggak akan ada ceritanya orang kembali jahat setelah bertaubat. Nggak akan ada kisahnya orang murtad padahal anaknya ustadz. Setiap orang punya cerita hijrahnya masing-masing. Ada yang gagal, banyak yang berhasil. Jadi, kalau kalian sedang jatuh sekarang ini jangan sedih atau menyerah. Karena istiqomah memang nggak mudah.
0 Comments