Born to be Loved



Apakah saya istimewa? Jika orang lain punya beberapa keistimewaan yang membuat mereka merasa spesial, maka saya benar-benar butuh waktu lama untuk memikirkan hal apa yang membuat saya bisa disebut spesial, masterpiece, dan istimewa. Sehingga ketika Jamil Azzaini meminta untuk segera menulis tentang diri sendiri, saya pun mulai terjangkiti penyakit lama saya; nggak pede.

Tapi, walau bagaimanapun saya tetap ingin mencari keistimewaan apa yang ada dalam diri saya. Dua hari saya berpikir dan akhirnya saya menemukan, bahwa saya punya keistimewaan yang mungkin langka bagi kebanyakan orang. Kisah hidup saya, dan diri saya begitu unik dan langka. ;)

Terlahir sebagai anak ke-7 dari 10 bersaudara, kelahiran saya saja sudah merupakan keistimewaan tersendiri. Bagaimana tidak? Ibu saya ternyata berusaha menggugurkan kandungannya ketika saya berada dalam perutnya. Itu terjadi karena bertepatan dengan hamilnya Ibu, kehidupan rumah tangga yang beliau lalui bersama dengan Bapak saya sedang dalam keadaan genting dan mengkhawatirkan. Ibu kecewa dan merasa tidak ada artinya lagi mempertahankan saya. Jadilah Ibu mencoba berbagai cara agar saya bisa lahir sebelum waktunya. Tapi Ibu gagal, saya tetap saja tumbuh dan akhirnya lahir dengan selamat. Walaupun konsekuensinya, saya agak berbeda dengan saudara-saudara saya yang lain yang lebih sehat. Sejak lahir, saya sudah kurus dan ringkih. Tapi itu bukan masalah, toh saya tidak mengidap penyakit aneh yang berbahaya. Maka saya tetap istimewa.

Memasuki usia 1 tahun, karena berbagai alasan Ibu merelakan saya diadopsi sebuah keluarga yang cukup kaya. Sejak usia 1 tahun itu, saya punya orang tua angkat, dan satu kakak angkat laki-laki. Ibu angkat saya seorang pedagang, dan Bapak angkat saya petani tulen. Mereka sangat mencintai saya. Kakak angkat saya sangat pintar, dia jago matematika.

Karena Ibu seorang pedagang, maka saya selalu diajak ke pasar. Dan di usia 3 tahun, saya sudah lancar membaca potongan-potongan koran yang biasa dijadikan bungkus barang dagangan. Membaca pamphlet dan poster-poster di pasar. Dulu saya menganggap kemampuan saya itu biasa saja. Tapi kemudian sekarang saya menyadari bahwa bisa membaca di usia 3 tahun adalah sebuah keistimewaan. Sampai-sampai saya merasa malas sekolah ketika kelas 1 SD karena teman-teman saya masih belajar mengeja sementara saya sudah menyelesaikan satu paragraph tulisan di buku pelajaran.

Kecerdasan di waktu kecil ternyata tidak membuat saya menjadi berprestasi. Selama sekolah, saya tidak pernah dapat ranking satu. Mungkin karena saya malas belajar. Saya hanya suka membaca. Hanya membaca. Saya juga tidak pernah mewakili sekolah memenangi perlombaan atau kompetisi, (eh, pernah tapi gak dapet juara). Intinya, saya tidak pernah punya prestasi yang kalau jaman sekarang bisa ‘dijual’ untuk mendapatkan beasiswa. Tapi meskipun begitu, ketika kelas 5 SD saya pernah ditawari wali kelas  untuk akselerasi. Langsung mengikuti Ebtanas tanpa perlu naik kelas 6. Dan bodohnya saya waktu itu, menolaknya. Hanya karena alasan sepele. Saya takut lulus, dan dalam bayangan saya adalah; jika saya lulus, kemudian masuk SMP pasti saya bakalan jadi bulan-bulanan teman-teman saya. Maklum, teman-teman di SD sering usil dan nakal-nakal. Kalau ingat itu, rasanya menyesal sekali. Tapi begitulah, namanya juga anak-anak. Umur 10 tahun tahu apa tentang kesempatan dan peluang?

Kehidupan saya selanjutnya seperti drama korea –bagi penggemar drama korea- atau seperti telenovela :D Dan itu yang membuat saya begitu menginspirasi bagi teman-teman saya. Kalau mau saya ceritakan kisah hidup saya, pastilah jadi sebuah novel.

Saya penderita psikoneurosis. Seorang teman yang menyukai psikologi mengatakan saya cenderung split personality. Tapi tidak mengapa, selama saya tetap bisa bersosialisasi dengan baik maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Bagi saya, penyakit mental inilah yang membuat saya istimewa. Istimewa, karena dengan kondisi kejiwaan yang tidak stabil saya tetap bisa menjalani kehidupan sehari-hari dengan baik. Istimewa, karena walaupun saya kadang terlalu aneh untuk dimengerti tapi orang-orang di sekitar saya tetap mencintai saya. Istimewa, karena meskipun saya sering membuat orang lain minder dan grogi ketika berhadapan dengan saya –terutama kalau lagi tes tahsin- tapi mereka tetap mengagumi saya (he he he :D). Dan saya istimewa, karena saya selalu tahu ada begitu banyak orang yang mencintai saya dan dengan tulus mengharap kesuksesan untuk saya. 

Inilah, satu-satunya yang bisa saya banggakan. Satu-satunya prestasi yang saya punya. Saya terlahir, untuk dicintai. Karena tak ada satu orangpun yang mengenal saya yang tidak mencintai saya. Iya kan?!

Post a Comment

0 Comments