10 Tahun Lagi

Ketika masih kecil, saya tidak pernah punya mimpi atau cita-cita seperti kebanyakan teman-teman saya. Jika banyak teman perempuan saya mengatakan ingin jadi guru, dokter, perawat, atau apapun yang biasa jadi cita-cita anak-anak, maka saya punya cita-cita yang nyeleneh. Saya ingin jadi ibu rumah tangga yang baik. Entah dari mana dulu saya mendapat kata-kata itu, tapi yang pasti cita-cita itu benar-benar saya ucapkan setiap kali ada yang bertanya pada saya. Bahkan ibu masih ingat sampai hari ini dan masih sering mempertanyakan kembali perihal cita-cita saya itu. Dan jawabnya memang tetap sama, saya ingin jadi ibu rumah tangga yang baik. Tapi kali ini, ada mimpi-mimpi lain yang muncul seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman hidup yang saya alami.

Dulu saya bermimpi menjadi ibu rumah tangga karena keadaan yang membuat ibu saya tak pernah ada di rumah ketika saya pulang sekolah. Saya selalu iri jika melihat teman-teman sebaya yang langsung disambut oleh ibu mereka ketika pulang sekolah, sementara saya membuka kunci pintu rumah sendiri. Tak ada waktu untuk bercengkerama dengan ibu, bahkan ketika malam hari sekalipun. Saya menjadi dendam pada keadaan yang membuat saya seperti tak punya orang tua. Maka ketika ibu bertanya, mau jadi apa ketika dewasa nanti, dengan mantap saya menjawab “ingin jadi ibu rumah tangga yang baik, biar nggak kayak ibu”

Kini, usia saya hampir 23. Beberapa hari lagi, saya sudah sangat pantas untuk disebut dewasa. Setidaknya itu menurut saya. Mimpi menjadi ibu rumah tangga yang baik tak pernah lepas dari ingatan saya. Dan saya telah memutuskan untuk menjadikannya sebagai salah satu tujuan besar dalam hidup saya. Tapi tentu saja, ada banyak tambahan impian lain yang terkadang muncul dalam pikiran dan sulit untuk saya abaikan. Dan mungkin memang perlu untuk dikompromikan. Lalu, saya berpikir ulang. Apakah dengan menjadi ibu rumah tangga saya akan benar-benar bisa menunaikan hak keluarga saya nanti? Bukankah banyak perempuan di luar sana yang tetap berkiprah di ranah publik tanpa mengabaikan hak-hak anak dan suaminya? Tapi, mampukah saya?

Dengan keadaan saya saat ini, terkadang saya masih tidak percaya pada apa yang telah saya dapatkan. Menjadi mahasiswa, memiliki banyak teman, belajar banyak hal di banyak tempat, menjadi guru tahsin, semuanya seperti mimpi. Dan ternyata memang selama ini saya telah memimpikan hal-hal itu meski tidak menuliskannya. Saya pun tertegun, merenungi perjalanan hidup saya yang unik. Betapa apa yang saya impikan namun tak berani saya sampaikan pada siapapun selama ini hampir semuanya menjadi nyata. Segala hal yang telah saya raih selama ini adalah hasil kenekatan saya dalam menjalani hidup. Dan saya berhasil survive, hingga saat ini. Saat usia saya menjelang 23.

Lalu melihat keadaan saya saat ini, I often wonder how my life will be in ten or twenty years. Akan jadi apa saya? Punya anak berapa saya? Jadi istri seperti apa saya? Mampukah saya menciptakan kehidupan yang sempurna untuk saya? Dan masih banyak lagi pertanyaan yang ada dalam benak saya. Lately, pikiran-pikiran itu benar-benar mengganggu saya. Maka saya memutuskan untuk benar-benar menulis rencana saya 10 tahun yang akan datang. Mungkin ini hanya mimpi-mimpi kecil konyol yang tidak penting. Tapi memang inilah apa yang saya harapkan pada diri saya yang akan datang.

 Saya ingin tinggal di rumah yang tenang, sederhana, bersama dengan suami dan anak-anak saya. Kalau memungkinkan, pada usia 33 saya telah memiliki setidaknya 4 anak. -mungkin gak ya?-

Di rumah itulah saya akan menjadi manager keluarga, mengatur semua keperluan suami dan anak-anak saya. Dan menjalani kegemaran saya, membaca buku. Mestinya, 10 tahun lagi saya telah memiliki perpustakaan pribadi yang telah saya cita-citakan sejak kecil. Saya akan mengajak anak-anak saya membaca majalah atau buku cerita. Dan mengajari mereka menulis, membaca, menghafal Al-Qur'an dan tentu saja; bermain. Jika ada kesempatan pun, saya ingin tetap punya bisnis yang  bisa saya kelola dari rumah. -tapi bisnis apaan ya?-

Kalau punya modal dan waktu, saya ingin sekali kembali membuka toko buku. Saya tahu, saya tak punya kemampuan bisnis yang baik. Dan memang ini sudah saya pikirkan, karena saya hanya mau melakukan hal-hal yang saya sukai maka saya membuka toko buku hanya untuk memenuhi kegemaran saya pada buku. -mestinya bukan toko buku, tapi rumah baca :D-

Di usia 33 saya harus sudah menyelesaikan pendidikan doktoral. -Aamiiin- Menjadi dosen, adalah cita-cita yang pernah ditawarkan pada saya ketika menolak tawaran menjadi guru di beberapa sekolah. Lalu saya anggap sebagai kebutuhan ketika telah memasuki semester 5 perkuliahan. Saya cukup tahu diri, meskipun saya tak terlalu pandai atau mungkin justru tak layak secara kapasitas tapi saya akan mengupayakan agar saya pantas menjadi dosen di almamater saya. ^_^

Dan yang tak mungkin saya tinggalkan, tentu saja mengajarkan Al-Qur'an. Untuk yang satu ini, saya memimpikan memiliki sebuah lembaga tahsin dan tahfidz Qur'an yang saya kelola bersama dengan suami saya untuk mengajarkan Al-Qur'an kepada masyarakat di sekitar tempat tinggal, juga kepada mahasiswa yang baca Qur'annya masih grotal-gratul agar mereka pantas dijuluki mahasiswa IAIN. Bahkan, saya sangat ingin memiliki sebuah pesantren mahasiswa semacam tempat tinggal saya sekarang, dengan kurikulum yang sesuai untuk mempersiapkan lulusan IAIN yang berkualitas. -kira-kira suami saya nanti mau gak ya?-

Selama ini, saya tak pernah bermimpi terlalu tinggi untuk diri saya. Semua mimpi dan harapan saya selalu terpendam dalam hati dan hanya jadi do'a-do'a sunyi dalam hidup saya. Maka saat ini, saya ingin coba untuk menuliskan harapan-harapan itu, untuk menjaga dan mengikatnya. Agar saya tidak lupa ketika saatnya nanti, bahwa inilah yang ingin saya capai selama ini. Dan untuk selalu mengingatkan saya jika saya mulai lelah dan jenuh dalam menapaki jalan menuju harapan itu.

Post a Comment

0 Comments